Senin, 18 Mei 2009

Re:Bisnis Malam Manado yang Ikut Mendulang Dolar dari WOC-CTI Jemput Bola , Tolak Rupiah, dan Enggan Tamu Afrika

 
 Senin, 18 Mei 2009
 
 
Bisnis Malam Manado yang Ikut Mendulang Dolar dari WOC-CTI
Jemput Bola , Tolak Rupiah, dan Enggan Tamu Afrika

Menjadi tuan rumah dua acara internasional World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) sekaligus membuat Kota Manado supersibuk. Tak terkecuali para pekerja seks komersial (PSK) yang ikut kebanjiran order. Seperti apa?

ZULHAM MUBARAK, Manado

Kamis malam lalu (14/5) lalu lintas di sejumlah ruas jalan arteri Kota Manado macet total. Ibu kota Sulawesi Utara itu seakan tenggelam dalam keriuhan suasana pesta menjelang penutupan WOC dan CTI. Warga kota tumpah ruah di Jalan A.A. Maramis, Kayuwatu/Kairagi. Jalan arteri yang berada di depan Grand Kawanua International City (GKIC) tersebut disesaki mobil-mobil dan para pejalan kaki yang ingin menyaksikan penutupan acara internasional itu.

Di antara para pejalan kaki tampak beberapa gadis berpakaian seksi yang bergerombol di antara dua mobil Toyota Avanza yang di parkir berlawanan. Kap belakang dua mobil itu dibuka dan disatukan sehingga menjadi semacam atap. Jika dilihat sekilas, mereka normal layaknya anak-anak muda yang sedang nongkrong atau kongko-kongko di keramaian.

Tak lama kemudian, tiga pria berambut pirang tampak berjalan mendekat. Salah seorang di antara mereka mengenakan jas lengkap dan tanda delegasi WOC. Mereka dibimbing seorang pria perlente yang tampak fasih berbicara bahasa Inggris.

Sejurus kemudian, bule-bule itu pun bersalaman dan bercipika-cipiki dengan para gadis-gadis bertubuh semampai dan berkulit putih mulus tersebut. Jawa Pos yang kebetulan sedang menunggu taksi di depan gedung pertemuan internasional menyempatkan diri mendekat dan mendengar kalimat-kalimat tawar-menawar harga.

''This much, Wo?'' kata bule itu sembari mengeluarkan isyarat dengan dua jari. Tapi, sang pria yang dipanggil Wo itu menggeleng. Dia kemudian berbisik kepada bule itu, sedangkan sang bule tampak mengangguk-angguk. Tak lama kemudian bule itu mengeluarkan dompet dan merapatkan badan ke bodi mobil. Beberapa lembar dolar tampak diselipkan ke dalam kaca mobil yang setengah terbuka. Seorang wanita paro baya lantas membuka kaca hingga separo dan mengeluarkan tangan menerima uang dan bersalaman dengan bule itu. Tanpa risi, para bule itu lantas memilih pasangan masing-masing.

Ya, para gadis-gadis muda itu ternyata bukan warga Manado biasa yang memang gila kongko dan jalan-jalan malam. Tapi, mereka adalah para wanita penjaja seks komersial (PSK) yang khas dinamai noni tambio alias tampang biongok. Bedanya, kali ini mereka tidak lagi berpraktik secara sembunyi-sembunyi di sekitar kawasan Boulevard. Tapi, mereka berani melakukan ekspansi ke sekitar lokasi WOC untuk memudahkan ''bisnis''. Hal itu lebih mudah, mengingat banyak tamu negara yang juga tinggal di kompleks hotel di sekitar gedung pertemuan tersebut.

Jawa Pos yang berusaha mendekat dan menanyakan jasa mereka tak dihiraukan. Setelah sedikit memaksa, akhirnya pria yang bernama Wawo (nama samaran, Red) itu kemudian menghampiri Jawa Pos. Dia menjelaskan bahwa mereka saat ini tidak tertarik bayaran rupiah. ''Kalau ngana bawa dolar dorang beri, kalo tak ada ya so pigi lah (Kalau Anda tidak bawa uang dolar, lebih baik pergi saja, Red),'' ujarnya sambil mengisyaratkan tangan.

Dengan wajah yang meremehkan, pria itu kemudian mengatakan bahwa tarif noni-noni yang dibawanya itu kini naik berlipat-lipat. Jika biasanya Rp 150 ribu hingga Rp 1 juta, kali ini tarif mereka rata-rata USD 300 (sekitar Rp 3 juta) sekali booking.

Ketika Jawa Pos berusaha mengorek keterangan, wanita di dalam mobil segera angkat bicara dengan bahasa Manado bernada tinggi. Menyadari gelagat buruk itu, Jawa Pos segera meninggalkan lokasi tersebut dan memilih mengamati dari seberang jalan.

Berdasar pengamatan, terlihat bahwa dagangan bibir manado itu laris manis. Tak lebih dari tiga jam, semua wanita sudah saling bergantian kembali dari ''bertugas''. Jika dihitung secara kasar, di antara sebelas wanita yang dijajakan rata-rata satu atau dua kali di-booking pria-pria asing. Jika dirata-rata, pendapatan mami dalam semalam Rp 33 juta.

''Ini namanya jemput bola, Bang. Kalau tak begitu, mereka sulit laku karena tak ada lokalisasi di kota ini,'' ujar Steven, seorang sopir mobil sewaan yang ikut menyaksikan ''counter'' noni Manado di dekat lokasi WOC itu. ''Pulsa habis isi lagi. Pikiran capai jadi semangat lagi,''gurau Steven ketika seorang di antara mereka melintas di depannya.

Tak hanya di sekitar lokasi WOC, suasana di Jalan Boulevard yang berada di bibir laut Manado juga lebih ramai sejak even internasional itu dimulai pada awal pekan lalu. Rabu malam lalu (13/5), warung-warung di tepi pantai yang menjadi titik hot spot untuk mencari PSK di Manado itu telihat penuh. Maklum, hari itu adalah hari ketiga gawe besar tersebut.

Malam itu juga terdapat banyak pasangan lintas negara alias cewek Indo dan lelaki bule yang sedang menikmati suasana pantai sambil makan ikan bakar dan menu-menu lain di sana. Di antara para wanita yang sedang menemani bule itu tampak seorang orang gadis yang dikenali Jawa Pos dari lokasi WOC.

Siang sebelumnya, sang gadis ikut meramaikan acara dan menjadi panitia lokal. Setelah malam menjelang, dia melanjutkan tugasnya menemani delegasi dan berlanjut hingga ke atas ranjang. Ditemui di lokasi pada esok harinya, gadis itu hanya bisa tersipu ketika ditanya mengenai hal itu. Ketika Jawa Pos mengambil gambar dengan sembunyi-sembunyi, dia mulai terlihat terganggu.

Merasa menjadi pusat perhatian, dia akhirnya datang menghampiri. Setelah bercakap-cakap cukup lama, dia pun membeberkan kisah singkatnya di sela jam istirahat siangnya kemarin. ''Ini sampingan saja, Bos,'' ujar Janet, bukan nama sebenarnya.

Jawa Pos juga bertanya yang mana pekerjaan sampingan, menjadi panitia WOC atau PSK? Gadis berusia 23 tahun itu pun tertawa, lalu menjawab, ''Dua-duanya karena saya sebenarnya mahasiswi,'' ujar gadis berkulit mulus itu. Dia lantas menuturkan bahwa even yang dirancang sejak setahun lalu itu memang sudah dinanti-nanti para PSK setempat. Menurut Janet, ini adalah momen mendulang emas karena mereka berkesempatan menaikkan harga semaunya. Apalagi, jumlah peserta dan rombongan acara itu diperkirakan 3.500-4.000 orang, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Namun, bekerja dengan pelanggan warga asing bukan tanpa risiko. Rita mengaku tidak seberani teman-teman yang lain ketika mendapatkan pelanggan. ''Yang paling takut kalau sudah didekati orang kulit hitam. Saya dengar, mereka suka minta aneh-aneh. Jadi pilih aman saja,'' ujarnya.

Janet sendiri menggaet tamu dari lokasi WOC saat bekerja sebagai panitia yang membantu mengarahkan para delegasi ketika hendak beraktivitas di ruang pertemuan. Dia tidak mau disebut sebagai PSK. Gadis setinggi 165 sentimeter itu bersikeras untuk disebut guide. Entah apa maksudnya. Tapi, tampaknya, dia risi dengan istilah PSK yang terkesan kasar dan menyinggung perasaan. ''Dorang juga punya hati, Bang. So pasti sakit lah kalau dicap PSK,'' keluhnya.

Seiring dengan ditutupnya WOC tadi malam, jalanan dan aktivitas warga mulai kembali normal. Bisnis bibir manado pun kembali seperti sedia kala. Janet yang sempat ditemui di sela penutupan acara terlihat letih. Mungkin, dua pekerjaan yang dia lakoni ketika WOC berlangsung terasa sangat melelahkan dan menguras tenaga.
 
(iro)



1-- Mau Relax Ketawa Ketiwi he he he klik disisi

2--Mau baca blog yang serius ? klik disini
3--http://www.BikinDuit.com/?ref=extrajoss
4--Mau Toolbar Ketawa Ketiwi ? Keren Boo ! klik disini
5--Sekolah Gratis & Rumah Sakit Gatis ?

Tidak ada komentar:

Infolinks In Text Ads

INVESTASI RINGAN DUNIA DAN AKHIRAT's Fan Box

Add to Technorati Favorites

Web Site Counter
Canon printers

Add to Technorati Favorites Add to Technorati Favorites